5 Februari 2014

MELIHATMU LEBIH DEKAT


-->
“Adeeeekk!!!!!”
’’BANGUUUNN!! Jam setengah enam!!”
“Adek mau berangkat jam berapa??!!”
“Subuhan juga engga’!!”
”Seragam udah disetrika belum??’’,
“Dibilangi kalau setrika itu sehari sebelumnya!! Disiapin baju yang mau dipake, buku-buku yang dibawa. Dicek sekali lagi sebelum berangkat. Mungkin ada yang lupa dimasukin!!”
“Sarapan dulu!! sarapan itu penting!!”
“......ADEEEEKK!!!!”....bla..bla bla…
Ooo my…,,kalimat-kalimat itu seakan lagu wajib yang setiap pagi harus diperdengarkan!!
Tak ada perubahan nada dan irama sedikitpun. Mungkin waktu kecil Umi punya obsesi menjadi seorang penyanyi!! Yeahh… mungkin sekali tempo aku harus menanyakan itu. Heem…
Aku dua bersaudara. Aku dan abangku. Selisih kami 3 tahun. Selain kami dibedakan atas jenis kelamin, sifat kami pun juga berbeda 180 derajat. Abangku penyabar sedangkan aku emosional. Abangku pendiam dan aku cenderung banyak bicara. Abangku…bla..bla..bla..dan aku…bla..bla.. bla…,banyaklah sifat kami yang berbeda. Tapi dari sekian perbedaan kami, kami masih juga punya kesamaan. Sama-sama suka berpetualang, sama-sama suka kucing, sama-sama penggemar komik dan terlebih sama-sama suka uang!!hehe..
Kami juga punya kebiasaan yang sama. Sama-sama suka tidur larut malam dan bangun larut siang. Dan karena itu Umi jadi bisa mempertahankan kualitas vocalnya. Setidaknya itu menurut kami.
“ADEEEEK!!”
“Adek tu udah gede!!”
“Kalo dibilangi ga pernah nurut!!”
“Ini uda jam berapa?? Makanya kalo tidur itu jangan malam-malam!!”
“Tadi Abang belum bangun ga mau masuk kamar mandi dulu. Sekarang rebutan!!”
{{{
11.30 pm, 2003 (at boardinghouse)
( Hehe… ) Sambil menatap langit-langit kamar kos, aku tersenyum-senyum sendiri. Teringat teriakan-teriakan Umi dipagi hari 2 tahun silam. Kangen rasanya. Kalimat-kalimat yang dulu aku benci, yang bosan aku dengar karena hampir tiada pagi tanpa kalimat-kalimat itu. Malam ini aku sangat merindukannya. Bahkan hampir setiap pagi aku merindukannya.. .(oouch..miz u mom!!)
Jauh dari rumah, 2 tahun sudah. Lulus dari SMU aku memutuskan melanjutkan studiku ke kota kembang. Beruntung, aku diterima UMPTN. Aku mengambil jurusan komunikasi. Berat bagi Abi maupun Umi untuk melepaskanku. Bagi mereka aku masihlah anak kecil yang belum pantas untuk dilepas dikota yang jaraknya ribuan mil. Tapi Abi dan Umi adalah orang yang sangat memahami arti penting sebuah pendidikan. Maka, di awal bulan September 2001 berangkatlah aku ke kota kembang.
Tanpa teriakan Umi di pagi hari. Tanpa godaan Abi tiap pulang sekolah. Tanpa kehadiran tangan usil Abangku.
{{{
Nada dering hape Siemen C45 ku berbunyi. Layar kuning itu memunculkan nama “Brother”. Abangku menelpon.
Abang memintaku untuk pulang. Abi sakit. Detak jantung seakan berhenti. Jarang ku melihat Abi sakit. Bahkan sampai aku sebesar ini jarang sekali aku melihat Abi sakit. Paling masuk angin biasa. Abang sampai memintaku untuk pulang. Pasti sakit Abi berat.
Umi sering bilang kalo aku anak kesayangan Abi. Aku paling dekat dengan Abi. Sampai-sampai jika Abi sakit akupun ikut sakit. (ya eyalah.. kalo sakitnya flu..pasti satu rumah ada yang tertular..dan yang paling gampang tertular adalah aku..hehe…)
Rabu pagi aku tiba dirumah.
Tak kuasa aku melihat keadaan Abi. Baru 1 bulan yang lalu aku lihat Abi masih gagah. Badannya masih tegap berisi. Masih menggoda aku ketika aku pulang kerumah untuk berlibur. Jalan-jalan ke pasar bersama. Dan masih terdengar lantunan ayat Al Quran seusai sholat magrib. Hari ini..mataku tak sanggup menahan air mata. Abi begitu lemah terbaring ditempat tidur. Kurus. Tak bertenaga. Rambutnya dipenuhi uban. Dan sorot matanya yang menyimpan kebijaksanaan menatap kosong dan lemah ke arahku. Aku…aku tak sanggup melihatnya!!
Abi..bahkan aku tak cukup mengenalimu. Dimana sosok yang selama 20 tahun ini aku kenal dan aku pahami..
( Ya Allah.. sesungguhnya telah Engkau tuliskan jalan kehidupan ini. Bagiku, bagi keluargaku, bagi saudaraku, bagi semua makhluk di bumi ini...)
Abang bilang Abi kena komplikasi saluran kencing.
1 tahun sudah Abi lebih banyak menghabiskan waktunya di tempat tidur. Tempat tidur di rumah maupun di rumah sakit. Segala usaha telah kami lakukan. Dokter, operasi, alternative,..semua…segala bentuk doa dan ikhtiar kami lakukan.
{{{
Semarang- Bandung menjadi rutinitas perjalananku. Dulu mungkin 6 - 8 bulan sekali aku pulang. Semenjak Abi sakit hampir setiap ada kesempatan pasti aku langsung pulang. Walaupun hanya dua tiga hari. Dan setiap kepulanganku kulihat Abi semakin melemah. Ingin kumenangis. Tapi selalu tertahan oleh ketegaran Umi. Abangku?? Aku yakin Abang cukup tegar. Dibalik sosoknya yang semaunya sendiri, Abang adalah laki-laki yang bertanggung jawab. Selama ini, Abanglah yang selalu mendampingi Umi menjaga Abi. Aku??. Jarak membuatku tak bisa senantiasa disisi Abi. Di kala Abi sakit, wujud baktikupun tak nampak. Tidak berbaktikah aku?? Hingga kini penyesalan itu masih mendiami sudut hatiku.
{{{
7 April 2004. Allah mengambil kembali milik-Nya…
Milik-Nya yang begitu sempurna, yang telah mengisi hidupku, yang menjadi bagian hidupku…
{{{
Tek..tek..tek..
Suara keyboard terdengar diantara winamp dan televisi yang dinyalakan bersamaan.
Umi berada di depan televisi. Asyik menonton sinetron yang sedang diputar di tv swasta. Aku di kamar. Mengetik proposal proyek yang rencana akan aku ajukan besok. Yeah..kini kami tinggal berdua. 2 Tahun lalu Abang menikah. Sebulan setelah menikah Abang pindah. Tinggal di kontrakan dekat dengan tempat Abangku bekerja.
Sepi rasanya.
Setelah sekian lama berada di depan komputer, badan mulai terasa pegal. Mataku terasa pedas. Kuregangkan otot-ototku. Sambil mengistirahatkan mata aku pergi ke dapur. Mengambil segelas air mineral.
Melewati depan televisi, kulihat Umi sudah tertidur. Yeah..seperti biasa..pada akhirnya televisilah yang menonton Umi.
Kulangsung menuju dapur.
Ketika akan kembali ke kamar, kusempatkan untuk mengutak-atik remote control televisi sejenak. Get fresh!
Kuganti-ganti channel televisi. Dari stasiun A sampai Z. Sepertinya memang tidak ada acara yang menarik buatku. Jam-jam segini memang semua acara di dominasi sinetron. Dari yang model anak sekolahan, percintaan yang rumit, religi, komedi, dan lain sebagainya. Para pemilik stasiun berlomba-lomba menayangkan sinetron unggulannya. Padahal menurutku hampir tak ada sinetron yang mempunyai kualitas mendidik. Rata-rata hanya menjual angan-angan.
Saking kesalnya karena tidak menemukan acara yang menarik, tanpa sadar aku menggerutu sendiri. Karena bersuara, aku baru teringat kalau disebelahku ada Umi yang sedang tidur. Kulirik Umiku. Entah apa yang sedang diimpikannya, yang kulihat wajahnya sedikit tersenyum. Mungkin sedang bertemu dengan Abi. Melepas kangen. Atau sedang bermimpi berada di hypermarket dan memborong beraneka macam barang. Belanja baju, tas, jewelry?? Mungkin…..
Kembali kulirik dan kulihat Umi. Kali ini ekspresinya telah berubah. Mungkin scene of dreaming-nya telah berganti. Kali ini cukup lama aku menatap Umi. Kuperhatikan setiap sudut wajahnya. Garis matanya, air mukanya, detail dari kerutan-kerutan diwajahnya.
Entah kenapa tiba-tiba hati ini bergetar. Sosok yang mengandungku, melahirkanku ke dunia, merawatku, mendidikku, menjagaku,..memberiku sebuah nama yang indah dan penuh arti…selalu ada dikala aku senang dan sedih, sehat dan sakit, tempatku bermanja..
Begitu tegar pribadinya ketika merawat Abi saat itu. Siang malam menjaganya. Tidur di lantai beralaskan karpet tipis ketika menemani Abi di rumah sakit. Atau bahkan tidak tidur sama sekali. Ditahannya airmata hanya untuk menunjukkan ketegaran dan optimisme akan keajaiban Tuhan.
Rela berpuasa sekian hari, bangun tengah malam, membasahi wajah dan anggota tubuhya dengan air wudhu serta tak sekalipun melepaskan dzikir dari bibirnya, untuk memohon kesembuhan suaminya tercinta.
Umi…,hanya engkau yang kumiliki kini.
Tak kusadari telah banyak kesalahan yang aku lakukan kepadamu. Meski engkau selalu marah-marah, aku yakin itu adalah wujud kasih sayangmu.
Semua yang terdengar menyebalkan dan membosankan yang keluar dari bibirmu, begitu banyak mengandung hikmah. Yang baru kusadari setelah sekian lama.
Dulu wujud baktiku pada Abi belum sempat kutunaikan. Kini hanya padamu kuingin wujudkan itu semua.
Kadang masih terasa berat. Cara engkau berpikir dan cara aku berpikir terhalang oleh banyak hal. Pikiran konservatif yang masih mendominasi, berlawanan dengan pemikiranku yang lebih kekinian.
Ingin sekali kuabaikan itu semua… hingga baktiku padamu terwujud.
Mampukah aku mengganti semua yang telah kau berikan??
Kurasa tak akan pernah.
Tak akan…,
NEVER!!!
{{{
(Tribute to :
my beloved father ,” I wish Allah sent million angels to protect you until heaven be yours.
My beloved Mommy,” diamku bukan karena ku tak ingin bicara, tapi ku takut ada salah kata yang membuatmu murka..”