18 Oktober 2015

Tolong dong..Jangan Kambing Hitamkan Aku!



+  Penting ya kehadiranku dalam hidupmu?
+  Seberapa penting?
+  Super duper penting bingiit mestinya ya?
-  Ahh ga segitunya kali.
+  Iya..
-  Enggak..
+ Lha ya iya to..gimana ga super duper penting bingiit, orang apa-apa kamu pasti nurut aku.       Ya kan?
-  Enggak lah..
+ Coba.., kalo aku lagi senang..kamu ikut senang..ya kan? Kalo aku lagi marah..kamu ikut marah..sedih ya ikut sedih..tingkah lakumu mendadak berubah kalo tiba-tiba aku juga lagi ga mood. Kamu bisa ikut jengkel atau seneng gara-gara aku merasakan sesuatu.
-   Ahh enggak ahh..
+ Iya..tapi memang kamu kadang bisa nutup-nutupi. Aku lagi sedih kamu pura-pura seneng..aku lagi seneng..entah karena apa..kamu pura-pura sedih. Tapi aku salut misal aku lagi sebel, jengkel..eh kamu bisa menahan..ga langsung kamu luapkan.
-  ...
-   Lha kenapa kamu tiba-tiba nanya kaya gitu?
+  Umm..yaa..sebenernya pengen bilang aj..
+  AKU SEBEL !!
-   Sebel gimana?
+  Ya..sebel gitu.
-   ...
+  Kenapa untuk masalah yang satu itu mesti aku dijadikan kambing hitam.
-   Masalah yang mana?
+  Masalah hijab, jilbab.. itu lho..
-   ...
+   Selalu aku yang disuruh-suruh..
+  Kamu yang ga mau tapi malah nyuruh-nyuruh aku yang pake dulu. Lha kalo memang ga mau ya udah. Ga usah bilang aku dulu yang mesti pakai.
-  Ya maksudku biar kamu lebih baik dulu..lebih temoto gitu..lebih rajin ibadah, ngaji, sholat..biar aku ga malu. Masak aku pake hijab tapi kamu masih suka ngajak rumpi sana sini, masih suka ngajak melakukan yang enggak-enggak..trs ngompor-ngomporin hal-hal yang ga sepantasnya dilakuin kalo sudah berhijab.  Malah pada akhirnya aku buka lagi hijabnya. Belum lagi aku pake hijab tapi ga bisa ngaji..sholat masih bolong-bolong. Mending bolong-bolong..malah ga pernah mungkin. Apa kata mereka nanti..
+   Lha itu..justru itu! Justru itu yang bikin aku sebel..
+ Dari namaku saja sudah jelas (bahasa arab, hati = qolb )artinya bolak-balik. Memang sifatku gampang berubah. Ga ada yang menjamin aku akan baik terus atau jahat terus. Dalam sepersekian detikpun aku bisa berubah. Mau aku dihijabin (sesuai hijab yang kamu maksud) aku tetap bisa berubah-ubah.
-  Lha terus..apa nanti malah jadi malu sendiri kalo aku dulu yang pake hijab..tapi buntut-buntutnya kelakuanku masih sama? Atau pada akhirnya hijab aku buka lagi?
+  Lha ya enggak to.. justru dengan kamu dulu yang pakai..aku malah jadi bisa nge-rem kelakuanku. Aku tu ya tahu diri lho! Kalau kamu bener-bener serius aku juga serius. Witing tresno jalaran soko kulino itu juga berlaku padaku lho. Kalo terbiasa berhijab lama-lama aku tertata juga. Kuncinya satu. SERIUS karena Allah ta’ala..Inshaallah deh aku yang lama-lama luluh sama kamu..
-  Begitu ya. Lha terus aku harus mulai dari mana? Kamu tau sendiri hampir semua bajuku minimalis. Kalo mesti beli kan butuh dana ga sedikit.
+  Ga harus brek punya banyak to. Nyicil pelan-pelan. Sekarang modal celana panjang, krudung instan ma jaket dulu saja. Tuh mbak yang nulis ini aja dulu juga modal krudung satu ma jaket. Kemana-mana pake jaket itu aja. Orang lain juga ga mikir kok..paling mbatin dikit hehe..
-   Eh boleh ga kira-kira kalo baju lengan panjang ma celana panjang yang press body itu aku pakai?
+  Sementara boleh aja lah..tapi ya jangan keterusan. Sambil nyicil punya yang longgar.
+ Kan ga ada bedanya nanti kalo berhijab tapi masih menonjol sana-sini. Kalo begitu makna dari berhijab apa dong? Apa yang ditutupi?
+ Mau tetep tampil stylish, fashionable atau trendi masa kini..bisa aja. Asal ga mengurangi makna dari berhijab itu sendiri. Sesuai dengan perintah Allah aja
+   Intinya mah..pakai hijab yang nyaman dihati tanpa mengurangi arti. Gimana? Masih tetep aku dulu nih yang harus dihijabin?
-  Inshaallah aku dulu. Tapi kamu dukung ya..!
+  Asyiikk
-  Eh ngomong-ngomong mbak yang nulis ini model hijabnya kaya apa ya?
+ Nih aku punya potonya. 


 

+ Yang aku tau si embak ga suka model himar yang macem-macem. Suka pake model instan soalnya masih punya baby yang masih mik ASI. Biar ga ribet n multifungsi katanya. Multifungsi buat nutupi kalo pas lagi nurshing. Bisa buat nutupi si baby juga kalo pas lagi ke warung siang-siang tapi males bawa payung. Begitu juga kalo pas grimis. Aduhai ya si embak ini..

6 Oktober 2015

Pola Pikir Seperempat Abad

Jauh sebelum perbankan syariah masuk ke Indonesia pada tahun 1991, mindset masyarakat Indonesia telah lama terbentuk dengan pemahaman yang diterapkan oleh perbankan konvensional. Bunga misalnya. Pemahaman masyarakat terhadap “bunga” sudah sangat merasuk dalam benak mereka. Misal ketika menempatkan dana yang berupa deposito, pasti akan mempertimbangkan suku bunga tertinggi. Bank mana yang menawarkan bunga paling tinggi. Selain aman tentunya. Aman dan menguntungkan, kira-kira begitu istilahnya. Bisa dibayangkan, orang yang mempunyai uang 1 Milyar kemudian mendepositokan uangnnya di sebuah bank konvensional dengan suku bunga 7% per tahun misalnya, tanpa bekerja pun setiap bulan orang tersebut akan mendapatkan bunga sebesar -/+ 4,5 juta!! Jika investasi yang dilakukan oleh bank terhadap dana yang didepositokan tersebut mengalami penurunan laba, nasabah tidak turut mengalami penurunan suku bunga selama jangka waktu penempatan. Nasabah tetap mendapatkan bunga sesuai persentase di awal. Nasabah pun dapat menghitung kira-kira akan mendapatkan laba seberapa besar. Berbeda dengan konsep yang ditawarkan oleh perbankan syariah. Masih mengambil contoh deposito , imbal hasil deposito pada bank syariah diatur berdasarkan akad mudharabah ( bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal ). Bagi hasil (nisbah) dihitung berdasarkan persentase yang disepakati pada awal akad. Nasabah pun boleh melakukan penawaran porsi persentase. Kedua belah pihak akan menanggung hasil usaha secara bersama-sama sesuai persentase. Jika investasi yang dilakukan oleh pihak bank mengalami kenaikan laba maka kenaikan akan dibagi bersama sesuai persentasi bagi hasil (nisbah) di awal akad. Begitu pula jika mengalami penurunan laba. Nominal bagi hasil kedua belah pihak akan sama-sama menurun. Dan dalam akad mudharabah, indeks laba bisa berubah-ubah setiap bulannya. Hal ini menyesuaikan kondisi ekonomi dan kinerja investasi yang dikelola bank syariah tersebut. Oleh karena itu bank syariah tidak bisa menjamin berapa besar nomial bagi hasil yang akan diterima nasabah dari deposito syariah nya di masa depan, walaupun nisbah bagi hasilnya tetap. 

Dengan mindset yang terlajur melekat dalam benak sebagian besar masyarakat, maka usaha lembaga keuangan syariah harus ekstra kuat dan ketat. Hampir seperempat abad keuangan syariah diperkenalkan, namun konsep keuangan konvensional masih begitu melekat. Maraknya dunia keuangan dengan embel-embel “syariah” pun belum mampu melonjakkan pertumbuhan yang drastis. Kurang “melek” terhadap manfaat yang didapat selain dari segi “spriritual” bisa menjadi salah satu penyebab. Ketidakpedulian terhadap kemana dana yang ditempatkan akan diinvestasikan juga menjadi faktor pendukung. Gencarnya pembukaan cabang-cabang syariah jika tidak diikuti dengan “menyuntik” pemahaman masyarakat terhadap manfaat yang diperoleh pada khususnya, sama halnya berlari tapi pelan. Menyuntik pemahaman paling tepat dilakukan terhadap generasi muda. Melalui sekolah-sekolah misalnya. Sekolah umum atau pesantren-pesantren. Menyuntikkan pemahaman dapat juga dilakukan ketika ada pengajian-pengajian oleh para ustadz dan ustadzah. Untuk praktek yang riil dapat menggandeng pengusaha-pengusaha muslim untuk melakukan segala aktifitas keuangannya melalui bank syariah
 

20 September 2015

Curhat Perawatan Masa ke Masa

Bagi sebagian perempuan melakukan perawatan tubuh menjadi prioritas dan bisa rutin dilakukan, sebagian lagi masuk dalam list prioritas tapi ada embel-embel catatan “jika memungkinkan untuk dilakukan” alias melihat situasi dan kondisi, sisanya berupa angan-angan kapan bisa dilakukan *pengalaman pribadi dan kesimpulan dari curcol para emak-emak. Entah kapan tepatnya ritual merawat tubuh dimulai, tapi ingat di ingat, jaman smu itu masa dimana rajin sekali melakukan perawatan tubuh. Eii,..bukan di salon. Jaman segitu mana kepikiran anak smu ke salon buat perawatan. Mentok juga potong rambut terus di blow ajah (Kalau anak jaman sekarang mungkin udah friendly kali ya sama perawatan ala salon dari ujung kepala sampai kaki). Tapi berkat sering baca majalah remaja yang rajin memuat tips-tips perawatan di rumah, jaman smu adalah masa paling rajin merawat tubuh. Mulai dari ujung kepala sampai kaki. Bahannya semua alami dan beraneka rupa. Wajah yang manis nan menawan ini *ehemm, pernah merasakan yang namanya masker “alami” putih telur *ga peduli bau amis penting judulnua maskeran hehe, madu, alpukat, wortel, bengkoang dan beberapa bahan lain yang bisa dioprek dari kulkas. Rambut pun juga tak kalah ketinggalan. Dari lidah buaya, minyak kemiri (benar-benar dari kemiri asli yang diambil dari dapur kemudian di bakar diatas kompor dan di gerus), hingga santan kelapa. Kalau badan, tangan, kaki..pernah memakai kopi tapi lebih sering menggunakan body scrub sih. Hasilnya setiap selesai perawatan alami ini, badan, wajah, kulit kepala terasa lebih segar dan kepercayaan diri meningkat beberapa level *berasa bersinar terang benderang..ouww. Menginjak dunia kerja, dimana sudah berpenghasilan sendiri, maka perawatan beralih ke rumah kecantikan *ciee..gaya yess. Masih bisalah sebulan sekali facial dan luluran. Masih rajin juga bersihin wajah sebelum tidur kemudian dilanjut dengan memakai krim malam. Hasilnya tentu lebih cling tapi kadang bikin kantong kering *salah milih rumah kecantikan. Nah ini yang terakhir, setelah brojol dua krucil benar-benar waktu untuk melakukan perawatan terasa begitu sulit.*catatan: anak dua, balita dan tidak ber-ART. Mikirnya sih kalaupun tidak bisa ke salon, melakukan perawatan di rumah gitu ya..beli scrub, masker rambut n wajah yang instan. Ribet kalau pakai bahan dari dalam kulkas kaya jaman dulu. Tapi sampai sekarang produk perawatan yang dibeli malah masih ada yang segelan alias belum sempat tersentuh. Kadang merasa situasi dan kondisi sudah aman untuk gosok-gosok kaki pake scrub, baru separuh kaki, si adek bangun. Kadang minta waktu buat ke salon sebentar ma suami, ee pulang-pulang si adek udah nangis kejer *kehilangan bau ketek bunda-ga doyan ketek abi. Ke salon jadi ga bisa tenang. Jadi sejauh ini merawat tubuh masih jadi angan-angan..hiks. "Postingan ini diikutsertakan dalam Giveaway Perawatan Di Rumah bersama Ammara Beauty Care"

9 Juni 2015

Bunga Haram, Bagi Hasil Halal. Just It!



Perkenalan intens dengan produk keuangan syariah kurang lebih 11 tahun yang lalu yaitu pada waktu menjadikannya sebagai bahan skripsi. Pilihan jatuh pada dunia perbankan. Perbankan syariah tepatnya. Alasan pertama karena pada prakteknya saya lebih mengenal   perbankan ketimbang asuransi atau pasar modal. Minimal saya telah menjadi nasabah di bank konvensional. Kedua, informasi yang saya peroleh pada masa itu, dibalik perkembangannya yang pesat perbankan syariah mengalami kendala dalam mengendalikan likuiditas secara efisien. Banyak dana yang masuk namun kesulitan dalam meyalurkan kembali. Hal tersebutlah yang membuat saya tertarik untuk mengupas lebih dalam.

Hal mendasar yang membedakan bank syariah dan bank konvensional terletak pada prinsip yang dianut. Bagi umat muslim, sistem bunga (riba) itu dilarang. Riba sendiri berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjaman (Wikipedia Indonesia). Riba dapat memberikan keuntungan besar disatu pihak namun kerugian besar di pihak lain. Sedangkan Bank konvensional sendiri justru menggunakan bunga sebagai imbalan baik bagi bank atau nasabahnya.
Perbedaan Bank syariah dengan bank konvensional dapat dilihat pada table berikut :

Bank Syariah
Bank Konvensional
Investasi
Melakukan investasi yang halal saja
Melakukan investasi yang halal dan haram

Orientasi
Berorientasi pada profit dan kemakmuran dan kebahagiaan dunia akherat
Berorientasi hanya pada profit
Hubungan dengan nasabah
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur - debitur

Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
Tidak terdapat dewan sejenis
Prinsip
Bagi hasil
-          Besarnya disepakati pada waktu akad dengan berpedoman kepada kemungkinan untung rugi
-          Besarnya rasio didasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
-          Rasio tidak berubah selama akad masih berlaku
-          Kerugian ditanggung bersama
-          Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan
-          Eksistensi tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
Bunga
-          Besarnya disepakati pada waktu akad dengan asumsi akan selalu untung
-          Bersarnya prosentase didasarkan pada jumlah modal yang dipinjamkan
-          Bunga dapat mengambang dan besarnya naik turun
-          Pembayaran bunga besarnya tetap tanpa pertimbangan untung rugi
-          Jumlah bunga tidak meningkat sekalipun keuntungan meningkat
-          Eksistensi bunga diragukan

  Sumber : dimuat pada beberapa blog
Secara teori yang saya pelajari begitulah perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional. Namun pada prakteknya tidak semua orang paham dengan hal di atas. Pertimbangan nasabah memilih untuk menabung di bank syariah lebih kurang hanya terpusat pada prinsip syariahnya saja. Sistem bunga itu haram dan bagi hasil halal.  Saya pada khususnya yang pada tahun 2011 menjadi nasabah bank syariah (Bank Muamalat) pun tidak ambil pusing dengan detail perbedaan. Cukup dengan embel-embel syariah, hati terasa lebih mantab, tenang dan nyaman tentunya. Mungkin karena nominal simpanan saya tidak besar sehingga kurang memperdulikan bagi hasil yang didapat.
Jika ingin membahas lebih detail mengenai produk, baik bank syariah maupun bank konvensional mempunyai produk yang hampir sama. Ada giro, tabungan, deposito, kredit atau yang dalam perbankan syariah disebut pembiayaan. Tujuan masing-masing produk saya rasa sama. Sekali lagi yang membedakan adalah cara memperlakukan “imbalan” bagi kedua belah pihak (bank dan nasabah). Imbalan yang halal atau yang haram. Dan bagaimana cara memperoleh imbalan tersebut (investasi), apakah dari investasi yang halal atau haram. Menurut saya itu mengapa perbankan syariah mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS). Berbeda dengan bank konvensional yang hanya memiliki dewan komisaris saja. Pada perbankan syariah benar-benar dilakukan pengawasan terhadap implementasi sistem dan produk agar tetap sesuai dengan syariah islam.

Kolom curcol :
Sebagai nasabah baik di bank syariah maupun konvensional, jujur sebagian besar transaksi keuangan lebih sering saya lakukan dengan menggunakan tabungan di bank konvensional. Karena hampir semua relasi, customer dan distributor saya, dominan menggunakan dua bank konvensional. Tapi untuk urusan kemantaban hati tetaplah Aku Cinta Keuangan Syariah.